Perjuangan Gucer
Oleh:
WR. Atiro
Mentari pagi mulai mengintip malu-malu melalui celah-celah rimbunya
dedaunan pohon, sedikit demi sedikit embun pagi di uapkan perlahan oleh hangatnya
mentari. Gucer. Cowo super duper yang
mempunyai rambut klimis dengan bau minyak jlantah yang semerbak serta celana
kolor usang serta kaos oblong yang bolong-bolong*. Ia mulai berjalan keluar
dari tempat persemayamanya alias kamar tidur. Tanpa mandi tanpa ganti baju ia
berjalan sempoyongan menuju kamar mandi yang di dalamnya terdapat lemari
makanan untuk mengisi perutnya yang mengeluarkan banyak bunyi, ada bunyi musik
dangdut, musik keroncong, sampai bunyi musik milik tetangga pun keluar dari
perutnya. Maklum selama dua hari lima malam tak di isi apapun karena tak punya
uang. Ia perlahan membuka lemari makanan dan mendapati lemarinya kosong tak ada
apapun. Ia baru ingat dari kemaren kan nggak punya uang, mana bisa ia punya
makanan. Haahh. Lalu ia berjalan menuju gudang yang letaknya di depan pintu
masuk. Gudang di rumahnya unik. Biasanya letak gudang kebanyakan orang kan di rumah
bagian tengah atau belakang, nah si gucer ini gudangnya berada di depan pintu
masuk dan jika ia mau keluar maka ia harus melompat lewat jendela tanpa tirai
yang berada di kamar tidur. “braakk”. Gucer membuka pintu gudang. Ia
mencari-cari barangkali di sana ada jawabnya, mengapa di tanahku terjadi
bencana. Eehhh sorry sorry. Maksud ku barangkali ada makanan sisa dari tikus-tikus yang biasa
berkeliaran. Namun hasilnya nihil alias nol setengah besar setengah kecil. Tak
ada apapun yang ia temui selain kekosongan. Kemudian ia berfikir untuk mencari
makanan di luar saja, barangkali ada tetangga yang mau kasih makanan. Ia segera
pergi menuju kamar tidur. Lohh? . ya kan tadi akses untuk jalan keluar nya kan
lewat jendela yang ada di kamar tidur. Akhirnya ia segera berlari dan melompat
jendela dengan penuh ancang-ancang karena tinggi jendela tersebut dari tanah
sepanjang lima senti meter. Cukup tinggi sekali yah.eeehhh. setelah ia berhasil
melompat dari jendela ia segera berlari dan lupa untuk menutup jendelanya
kembali. padahal jendelanya memang selalu terbuka karena tak ada tutupnya. Alah
tau ah. Yang penting si Gucer udah mulai mengais makanan di jalanan. Aduh
kasian banget saya melihatnya. Niatnya saya mau membantu dia, tapi kalau saya
membantu maka nggak jadi buat cerita ini dong. Ya udah saya mutusin nggak usah
membantu dia. Okey kembali lagi ke si Gucer. Ia dengan telaten mencari di
samping-samping rumah warga barangkali ada sisa makanan yang di buang. Dan
setengah jam kemudian usahanya sia-sia. Lalu ia berjalan ke tepi jalan raya
atau trotoar dan duduk sembari bersila menengadahkan tangan. Sesekali ia sambil
berucap “tuan-tuan yang budiman tolonglah saya, saya butuh makanan, sudah
beberapa hari saya banyak makan dan rasanya kenyang sekali” mohonya dengan
bercucuran air mata yang membuat jalanan ini menjadi banjir. Setengah menit
lebih empat puluh detik, ia duduk merenung dan berfikir ‘kalau minta makanan
kan harusnya udah laper banget, bukan udah kenyang banget, aduh siapa sih yang
nulis cerita ini, dia emang nggak tahu apa benar-benar b*doh yah’. Dan akhirnya
saya sebagai penulis mendengar sayup sayup suara yang di ucapkanya. Saya merasa
sangat tersinggung di bilang b*doh oleh si gucer. Saya berniat putus asa tapi
nggak jadi karena si Gucer belum dapat makanan, jadi Saya berniat untuk putus
nadi. Eeehhh. Kembali pada si Gucer yang ternyata sedang berbincang-bincang
dengan seseorang. Orang tersebut seperti asing di mata Saya. Dan Saya nggak mau
menceritakanya karena Saya hanya mau menceritakan Gucer. Lelaki yang tadi
berbicara kepada Gucer entah bicara apa karena tiba-tiba saja Gucer ikut masuk
ke mobil lelaki tersebut. Mobil merpedes namanya. Pak lelaki itu yang ternyata namanya
Macron adalah seorang pengusaha terkenal. Ia membawa Gucer untuk makan siang
bersama di hotel bintang separuh. Saya berfikir ah pasti Gucer sudah kenyang
dan Saya putuskan untuk berhenti menulis cerita ini sampai Gucer kenyang.
Karena sekarang si Gucer udah kenyang, saya duduk duduk santai menikmati
pemandangan langit kelabu sekelabu hatiku yang membiru yang tak pernah di hiasi
cinta. Aduh keceplosan deh kalau saya selalu jomblo.
“tolong…tolong…” suara
seseorang, seperti….. seperti…. Ah Gucer. Gucer merintih kesakitan memegangi
perutnya dan mendatangi penulis cerita ini yang tak lain adalah saya sendiri sambil
berucap dengan nada yang sangat lantang, tapi karena ia sedang menderita kelaparan
jadi terdengar seperti sebuah bisikan.
Ia menyalahkan Saya karena tak di teruskan tulisanya pada saat menulis sampai adegan
masuk hotel bintang separuh. Gucer hanya berdiam diri mematung tak bernyawa
saat di hotel tersebut karena menunggu keputusan apa yang akan Saya tulis.
Alhasil dengan berbaik hati Saya lanjutkan lagi cerita ini. Gucer segera berjalan
tertatih-tatih dengan lunglai, letih, lemas, lesu, lebay, eehh. Ia menuju
warteg terdekat yang berada di pinggir pantai. Kenapa tiba-tiba warteg di
pinggir pantai yah? Ah tau ni penulis nggak kreatif. Gucer pun tetap berjalan dan
memasuki ruang makan tersebut. Ia menggunakan uang yang di berikan oleh Pak Macron
tadi yang di tinggalkan di atas kepala Gucer saat Gucer berdiri mematung di hotel bintang separuh. “bu
makan bu” ucap gucer pada penjual di warteg tersebut. “saya masih muda pak,
panggil saya mbak bukan ibu” teriak wanita itu sambil memandang dengan tatapan
tajam seperti tatapan mata semut. “ma..aaf..bu…eh salah..maksud ku maaf bu”
ucap gucer dengan gagap. “emang gue ibumu?” teriak mbak itu yang membuat dinding
warteg bergetar. Gucer segera minta maaf dan keluar dari warteg karena di usir
oleh mbak penjual. Ouuhh sungguh kejam kau mbak penjual makanan. “yang kejam
itu elu penulis b*doh. Aku kan cuma di gerakan oleh mu. Yang bener dong. Udah
laper banget nih”. Ucap gucer dengan nada amarah. Aduuh maafkan saya gucer.
Dengan sekuat tenaga saya membawa gucer ke rumah saya sebagai tebusan permitaan
maaf dan memberikan gucer hidangan istimewa lalu menyuapi gucer menggunakan
sekop karena ia amat lapar. Selamat makan gucer.
*bolong-bolong = berlubang/ sudah banyak yang sobek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar